Selamat Datang Sahabat...

Halo bro and sist...

Kamis, 28 Oktober 2010

Gula Semut


         Gula semut merupakan salah satu bentuk diversifikasi gula merah yang berbentuk serbuk atau butiran kecil-kecil yang berwarna kuning hingga kecoklatan. Gula semut dihasilkan dari pengolahan nira palma, baik nira yang berasal dari pohon kelapa (Cocos nucifera.), pohon aren (Arenga pinnata.), dan pohon lontar (Borassus flabelifer ) (Rumokoi dan Joseph, 1994).
            Di pasaran gula semut juga dikenal dengan sebutan gula serbuk, gula palem, gula puter, atau gula tanjung. Rumokoi dan Joseph (1994) menyatakan bahwa gula semut mempunyai spesifikasi produk yaitu berbentuk serbuk, aromanya khas, berwarna kuning kecoklatan, serta keadaannya kering dan bersih. Kualitas produk gula semut dapat dikatakan baik, apabila produk tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Standar Industri Indonesia (SII) nomor 2043 tahun 1987 (Tabel 1).

Tabel 1. Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)
No
Jenis
Satuan
Persyaratan
1.
Bentuk
-
Serbuk
2.
Warna
-
Kuning kecoklatan
3.
Rasa
-
Normal dan khas
4.
Gula sukrosa
%
Minimum 80,0
5.
Gula reduksi
%
Maksimum 6,0
6.
Kadar air
%
Maksimum 3,0
7.
Kadar abu
%
Maksimum 2,0
8.
Bagian yang tidak larut
%
Maksimum 0,2
9.
Cemaran logam



a. Timbal (Pb)
mg/kg
Maksimum 1,0

b. Seng (Zn)
mg/kg
Maksimum 25,0

c. Air raksa (Hg)
mg/kg
Maksimum 0,005

d. Arsen (As)
mg/kg
Maksimum 1,0
       Sumber : Rumokoi dan Joseph, 1994.
Gula semut memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan gula merah cetak, seperti yang dinyatakan oleh Hamzah dan Hasbullah (1997) yaitu lebih awet (sekitar 8-12 bulan bahkan lebih) karena kadar airnya lebih rendah (sekitar 2,5 - 3% bk). Bentuknya yang serbuk membuat gula semut mudah dalam pengemasan, mudah larut dan penggunaannya lebih praktis, tetapi harganya lebih tinggi dari gula merah cetak. Hasil analisis contoh gula palma menunjukkan bahwa gula semut lebih baik dibandingkan dengan gula palma yang lain. Hasil analisis contoh gula palma disajikan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Hasil Analisis Gula Palma
No
Contoh Palma
Brix
Sukrosa
Gula Reduksi
1.
Kelapa
93,5
75,85
5,22
2.
Semut
99,3
90,34
3,51
3.
Aren
89,7
83,44
4,23
4.
Siwalan
86,9
77,26
4,97
5.
Nipah
94,2
78,95
4,52
           Sumber : Sunantyo, 1997.


            Kegunaan dan keistimewaan gula semut diantaranya adalah:
·         Dapat langsung dikonsumsi sebagai sumber energi (gula ini sering dibawa sebagai perbekalan wisatawan, pendaki gunung, camping, dan jemaah haji sebagai penambah energi alami).
·         Sebagai bahan pemanis untuk menambah rasa serta aroma yang lebih lezat dalam pembuatan roti, kue-kue, susu segar/murni/bubuk, kopi, teh, susu kedelai, minuman segar, agar-agar, dodol, jenang, dan sebagainya.
·         Bentuk butiran yang mudah larut, dapat membantu melancarkan metabolisme tubuh, mengurangi resiko naiknya gula darah (Anonymous, 1998).

Rabu, 27 Oktober 2010

Potensi Gula Palma

Berdasarkan data Badan Urusan Logistik tahun 2001, konsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton per tahun. Hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan kita dalam memproduksi gula yang kurang dari setengahnya atau sekitar 1,6 juta ton per tahun saja. Pada kesempatan seperti ini, gula palma dapat memasuki peluang pasar sebagai pengisi kekurangan konsumsi gula. Gula palma juga mempunyai prospek pasaran luar negeri yang sangat bagus. Perkembangan permintaan luar negeri terhadap gula palma semakin meningkat karena konsumen cenderung untuk menggunakan gula palma sebagai pemanis alami dalam mengolah makanan dan minuman menggantikan pemanis buatan.
Gula palma yang banyak diproduksi oleh masyarakat adalah gula kelapa karena populasi tanaman kelapa yang ada di Indonesia sangat besar. Kelemahan produk gula kelapa yang terdapat di pasaran antara lain adalah memiliki daya simpan yang tidak lama (sekitar tiga bulan), belum dikemas dengan baik, serta kurang praktis dalam hal penyajian. Perkembangan masyarakat modern menginginkan penyajian produk yang praktis, higienis, dan bermutu tinggi. Kemudahan pengemasan serta daya simpan yang lama akan menunjang dalam proses pemasaran ke luar negeri. Oleh karena itu perubahan bentuk gula kelapa dari cetak menjadi butiran (gula semut) diharapkan dapat memenuhi keinginan pasar. Bentuk gula semut yang serbuk menyebabkan mudah larut sehingga praktis dalam penyajian, mudah dikemas dan dibawa, serta daya simpan yang lama karena memiliki kadar air yang rendah. 
Pada umumnya gula semut dibuat dengan menggunakan bahan baku nira kelapa. Permasalahan yang timbul dari penggunaan bahan baku tersebut adalah sifat nira kelapa yang mudah rusak akibat terkontaminasi mikroorganisme. Pengumpulan nira dalam skala yang besar untuk industri sulit untuk dilakukan karena sebagian besar para petani kelapa tidak menjual nira tetapi memproduksinya menjadi gula kelapa, karena memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Masalah pengangkutan nira kelapa dalam skala besar juga sulit dilakukan karena letak perkebunan kelapa rakyat yang terpencar dan sulit dilalui kendaraan. Salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan memproduksi gula semut dengan pengolahan sistem reprosesing, dimana bahan baku yang dipergunakan adalah dari gula kelapa cetak. Dengan menerapkan sistem reprosesing gula kelapa cetak menjadi gula semut diharapkan tidak akan mematikan industri gula kelapa yang telah ada di pedesaan.

Pembuatan VCO dengan Metode Sentrifugasi

Metode sentrifugasi memiliki keunggulan yaitu waktu pemrosesan cepat, proses relatif mudah dan sederhana serta menghasilkan VCO yang bermutu tinggi.  Dengan menggunakan mesin sentrifuse maka emulsi dalam santan dapat terpecah (Duryanto, 2005).
      Cara pembuatan VCO dengan metode sentrifugasi akan dapat berhasil apabila bahan baku kelapa telah benar-benar tua yang dicirikan semua kulit telah berwarna cokelat tua.  Selain itu untuk meningkatkan rendemen maka buah kelapa setelah dipanen disimpan dahulu pada tempat teduh selama beberapa hari (2-4 minggu) (Cahyana, 2005).
      Proses pembuatan VCO dengan metode sentrifugasi adalah sebagai berikut: buah kelapa yang telah dipanen dan disimpan selama beberapa hari dikupas sabutnya dan dikeluarkan daging dari tempurungnya.  Kemudian daging kelapa diparut dan diperas santannya. Setelah itu santan didiamkan selama 15-30 menit sehingga terbentuk dua lapisan, kanil pada bagian atas dan air pada bagian bawah. Kanil adalah emulsi yang terdiri dari air, protein, dan minyak. Kanil dipindahkan dalam tempat bersih dan kemudian dilakukan pemutaran dengan mesin sentrifuse pada kecepatan penuh selama 15 menit.  Putaran akan menyebabkan emulsi terdispersi atau terpecah.  Pada saat itu udara di sekitarnya bertindak sebagai koagulan untuk menarik minyak protein dari minyak dan air.  Setelah itu kanil dididiamkan selama 2 - 4 jam sehingga terbentuk tiga lapisan yaitu VCO, blondho, dan air. VCO kemudian diambil dan dijernihkan serta diturunkan kadar airnya melalui proses penyaringan.  Dari praktek di lapang untuk bahan baku kelapa sebanyak 10 - 15 butir kelapa didapatkan VCO sebanyak 1 liter (Cahyana, 2005).

Teknologi Pembuatan VCO


      Berbeda dari minyak kelapa biasa yang terbuat dari kopra, VCO terbuat dari kelapa tua yang masih segar.  Proses pengolahannya tidak menggunakan bahan kimia dan pemanasan tinggi.  Minyak kelapa yang dihasilkan masih mempertahankan struktur phito-kimianya yang terjadi secara alami yang menghasilkan rasa dan bau kelapa yang unik.
      VCO diekstraksi dengan berbagai metode diantaranya adalah enzimatis, fermentasi, pemancingan, pengasaman santan, serta sentrifugasi. Menurut Bernasconi, et.al. (1995) emulsi dapat dipecah dengan meniadakan setiap kondisi yang menunjang pembentukan emulsi, dengan cara mendiamkannya (efek gaya gravitasi), memberikan percepatan (efek gaya sentrifugal) dalam bejana putar, mengubah kerapatan dan/atau konsentrasi dengan menambah cairan untuk fase luar.  Dapat pula dilakukan dengan cara mengubah suhu dengan cara pemanasan atau pendinginan, mengubah nilai pH dengan penambahan bahan yang bersifat asam atau basa dan mengubah tegangan permukaan. Metode pembuatan VCO ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Enzimatis dan Fermentasi
      Proses pengolahan minyak kelapa murni dengan metode enzimatis dilakukan dengan menggunakan enzim secara langsung atau melalui mikroba penghasil enzim tertentu.  Penambahan enzim dilakukan dengan tujuan untuk memecah protein yang berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah dengan baik.
      Proses pengolahan VCO dengan metode enzimatis diawali dengan pembuatan santan. Santan ditempatkan dalam wadah yang bersih, kemudian dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk kanil.  Kanil dipisahkan ke dalam wadah lalu ditambahkan ragi atau larutan cuka nira secukupnya. Campuran diaduk merata dan difermentasi selama 10 - 14 jam.
      Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari campuran tersebut terbentuk tiga lapisan, yaitu lapisan atas berupa minyak, lapisan tengah berupa protein dan lapisan terbawah berupa air.  Lapisan minyak kemudian dipisahkan secara hati-hati.
      Beberapa penelitan pembuatan minyak kelapa dengan cara fermentasi dan enzimatis telah dilakukan.  Susanto, Yunianta, dan Hapsari (2000) membuat minyak kelapa dengan metode fermentasi jamur tempe.  Pada proses tersebut ditambahkan jamur tempe 0,2% (b/v) pada kanil dengan pemeraman selama 24 jam.  Rendemen minyak kelapa yang dihasilkan sebesar 26,04%.  Pemecahan emulsi santan pada proses tersebut berlangsung melalui reaksi hidrolisis oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba yaitu jamur atau kapang.  Sedangkan Chen dan Levante (2003) mengekstrak minyak kelapa melalui proses enzimatis dengan cara menginkubasi santan kelapa dengan enzim Gamanse pada suhu 500 - 550C. Pemecahan emulsi santan melalui pengadukan, pemanasan dan penambahan 3M H3PO4.  Dengan proses enzimatis ini dihasilkan rendemen sebesar 84%.
b. Metode Pemancingan
      Proses pengolahan VCO dilakukan dengan memarut kelapa dan memerasnya hingga menjadi santan, kemudian santan tersebut didiamkan (diendapkan) selama 2 jam.  Selama proses pengendapan akan terjadi pemisahan antara air dan kanil (bagian yang mengandung minyak).  Air akan berada di lapisan bawah dan kanil akan menggumpal di permukaan.  Kanil kemudian dipisahkan dan ditempatkan dalam wadah penampungan.  Kemudian dilakukan proses pemancingan.  Proses ini dilakukan dengan cara mencampurkan 3,5 bagian kanil dengan 1 bagian VCO.  Campuran kanil dan VCO kemudian diaduk sampai homogen.  Pengadukan dilakukan sampai kanil dan VCO tercampur secara keseluruhan.  Setelah proses pengadukan, campuran kemudian didiamkan selama 12 jam sampai terbentuk 3 (tiga) lapisan yaitu minyak, blondho, dan air.  Bagian minyak kemudian diambil dan disaring dengan menggunakan batu zeolit (Fadillah, 2003).
      Teknologi pemancingan minyak dengan minyak pada dasarnya memanfaatkan reaksi sederhana.  Air dan minyak dapat bersatu karena terdapat protein yang mengelilingi molekul minyak.  Dalam metode konvensional ketika santan dipanaskan mengakibatkan ikatan protein pelindung molekul minyak menjadi putus, sehingga molekul minyak, air, dan protein terpisah.  Dengan teknik pemancingan, molekul minyak dalam santan ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya bersatu.  Tarikan itu membuat air dan protein yang sebelumnya terikat dengan molekul santan menjadi putus.  Teknik pemancingan pada dasarnya adalah mengubah bentuk emulsi air-minyak menjadi minyak-minyak (Alamsyah, 2005).
c. Metode Pengasaman Santan
      Ekstraksi minyak dilakukan dengan cara menambahkan asam cuka atau asam lainnya seperti asam sitrat dan asam dari buah-buahan sehingga mencapai titik isoelektirs protein santan.  Campuran kemudian didiamkan selama 24 jam sehingga terjadi pemisahan air, minyak, dan gumpalan protein.  Selanjutnya dilakukan pemanasan untuk menguapkan sisa air (Setiaji dan Sasmita, 1987).
      Metode pengasaman dalam Purwaningsih dan Wijana (1999) dilakukan pada santan dengan penambahan asam sebesar 2% dari volume krim santan, kemudian diperam selama 1-2 jam untuk memisahkan fraksi lemak dan air.  Lapisan lemak pada bagian atas dipisahkan kemudian dipanaskan hingga seluruh air yang terdapat dalam minyak teruapkan dan diperoleh minyak dan blondho.  Minyak kemudian dipisahkan dari blondho dengan penyaringan.
      Pembuatan minyak kelapa dengan metode pengasaman yang disebut dengan “lava process” dilakukan dengan ekstraksi santan menggunakan alat roller press yang permukaannya kasar sehingga santan yang diperoleh cukup banyak.  Selanjutnya santan disentrifugasi untuk menghasilkan krim.  Krim diasamkan pada pH 4 agar pecah dan mengalami proses dekomposisi yang menghasilkan minyak  Pengasaman krim santan dengan menambahkan asam sitrat, asam asetat atau HCL (Palungkung, 2001).
      Teknologi pembuatan VCO di atas memiliki beberapa kelemahan, diantaranya ketergantungan pada enzim tinggi, masih menggunakan panas, ada tambahan zat kimia, ketergantungan pada minyak pemancing, waktu proses lama, dan tahapan proses yang cukup panjang.